Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah!
(Wahyu 3:19)
Kasih TUHAN menggambarkan kasih yang akrab, yang TUHAN nyatakan kepada kita. Kasih TUHAN yang memungkinkan kita melihat kenyataan-kenyataan rohani. Sehingga, keadaan kita yang jatuh ke dalam dosa dan penderitaan yang kita alami tidaklah dapat menghilangkan kasih TUHAN, penghajaran-penghajaran yang kita alami hanyalah merupakan ungkapan kasih sayang yang mendalam yang akan membawa kita kepada pertobatan.
Pada tahun 2000, ketika penulis melayani di Sentani (Papua). Penulis melayani seorang ibu yang mengalami kegelisahan yang membuat badannya selalu lemah, oyong (goyah). Setelah dilayani, ditemukan penyebabnya: Ibu itu semasa gadisnya adalah seorang pekerja dan setelah dia berkeluarga dan mempunyai satu anak, maka ibu itu tidak bekerja lagi. Beban pikiran inilah yang membuat si ibu mengalami gangguan jasmani. Setelah diberi pengertian suami adalah kepala Rumah Tangga dan gaji suami sudah mencukupi, maka si ibu mendapat ketenangan. Setelah itu Penulis pulang dan memasukan kendaraan roda dua ke rumah, kaki Penulis tersentuh knalpot, waktu kaki terasa panas, maka Penulis mengucapkan terimakasih TUHAN, walaupun di dalam hati Penulis bertanya ‘Mengapa Penulis mengalami musibah, padahal baru melayani’. Setelah Penulis mengucap syukur, maka Penulis teringat pada saat SD (Sekolah Dasar) pernah berkelahi dan berjiwa pengecut. Ketika itu Penulis menendang kawan sekolah (menggunakan kaki yang terkena knalpot itu) kemudian melarikan diri. Setelah mengingat itu, Penulis mempertobatkan apa yang sudah Penulis lakukan 25 tahun yang lalu.
Pertobatan adalah perubahan hati, perubahan nyata dalam pikiran dan sikap.TUHAN turut berperan dalam pertobatan, sehingga manusia dimampukan dan dimotivasi untuk mengerjakan keselamatan (Flp 2:12-13). Maka, pertobatan
adalah karya TUHAN untuk menyembuhkan ketidak mampuan rohani manusia. TUHAN menarik manusia kepada-Nya dengan kuasa dan kepastian yang kokoh (1 Tes.1:5), TUHAN juga yang lebih dahulu bekerja dalam diri manusia, supaya manusia bertobat, maka manusia mampu menanggapi Injil (Kabar Baik), yaitu: TUHAN memenuhi janji-janji-Nya dan jalan keselamatan telah dibuka bagi semua orang.
Apakah kita sudah mengetahui penghajaran atau penderitaan yang kita alami membuat kita bertobat? Kalau kita sudah bertobat berarti hal itu karena kasih TUHAN, namun kalau penghajaran atau penderitaan yang kita alami membuat kita semakin jauh dari TUHAN, bahkan kita tidak mempercayai TUHAN lagi!!! Maka,sadarilah,hal itu adalah pekerjaan Iblis.
Iblislah yang membuat manusia menderita, sehingga Kita harus sadar bahwa Iblis memberi pengertian seolah-olah TUHAN lah yang membuat manusia menderita, maka manusia harus menjauh, bahkan menjadikan TUHAN sebagai musuhnya. Padahal kita mengalami penderitaan adalah karena pekerjaan Iblis. Iblislah yang bermaksud jahat dengan mencobai manusia untuk memberontak terhadap TUHAN. Sebab TUHAN tidak pernah mencobai siapapun (Yak.1:13).
Pada tahun 1994, ketika Penulis liburan semester dari STT HKBP, kami (saya dan satu orang rekan kuliah) melayani di Name Halu, Nias. Ada seorang bapak yang merasa aneh, dimana rumahnya terbakar dan yang terbakar hanya atapnya saja (keadaan rumah disana: dapurnya terpisah dengan rumah, jadi diperkirakan api dari dapurlah yang menyebabkan kebakaran). Si Bapak adalah seorang penatua, si Bapak merenungkan semakin dia dekat dengan TUHAN (karena dia mengambil keputusan untuk menjadi penatua), semakin banyak penderitaan yang dialami: anaknya yang sakit-sakitan, rumahnya yang terbakar. si Bapak mengganggap TUHAN yang membuat dia menderita, sehingga si Bapak tidak bersemangat lagi menjadi seorang penatua. Penulis menyampaikan: TUHAN tidak pernah mencobai siapapun. Tentu penderitaan yang dialami adalah pekerjaan Iblis. Tetapi, kenapa si Bapak dapat diganggu oleh Iblis? Ternyata, ketika anaknya sakit dibawa kepada ‘orang pintar’ dan diberikan benda yang dijadikan jimat. Si Bapak mau menerima benda itu karena dikatakan berisi ayat Alkitab dan salib. Setelah Penulis membuka benda itu, di dalamnya ada ayat Alkitab, gambar salib yang dibungkus rapi dengan kain. Jadi, bukan untuk dibaca, tetapi sebagai jimat. Demikian juga waktu ia membangun rumah, diatasnya (dibumbungan) dibuat jimat dan sewaktu mau dibangun ditanya dahulu kepada ‘orang pintar’ (dukun). Hal itulah yang menyebabkan si Bapak menderita. Akhirnya, si Bapak menginsafi bahwa penderitaannya adalah pekerjaan Iblis dan ia bertobat.
Penderitaan dianggap sebagai gangguan atas dunia ciptaan TUHAN, karena seluruh ciptaan diciptakan dalam keadaan baik dan bebas dari penderitaan (Kej.1:31). Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, penderitaan pun timbul dalam bentuk pertentangan, kesakitan, kebinasaan dan maut (Kej.3:15-19). Maka, dibutuhkan suatu pribadi yang sanggup menyelamatkan kita dari penderitaan. Siapakah Dia? Yaitu Yesus. Sebab, pekerjaan Yesus Kristus adalah melepaskan kita dari:
1. penderitaan, kebinasaan dan maut (I Kor.15:21; Rm 8:21a “...manusia itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan”),
2. dosa (Mat.1:21b “karena Yesus lah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka”).
TUHAN mengasihi dan memperhatikan kita, maka TUHAN mengijinkan kita mengalami penderitaan, setelah kita melakukan pelanggaran atau dosa. Namun, penderitaan itu tidak membinasakan hidup kita, tetapi supaya kita mengalami kekuatan hati dan damai sejahtera, sebab Yesus telah mengalahkan penderitaan (Yoh.16:33 “semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia”).
Penderitaan senantiasa dapat menjadi beban persoalan yang selalu dirasa berat oleh manusia, karena dianggap didatangkan oleh TUHAN. Padahal TUHAN yang bertindak supaya manusia lepas dari penderitaan (Mzm 39:10). Maka, Manusia mempunyai kesempatan merenungkan: sampai di mana dia bisa hidup oleh iman, dan seberapa jauh dapat ditolaknya keinginan hatinya untuk mendapati penjelasan yang dapat diterima oleh akal, sebab iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibr.11:1). Maka, kita beriman bahwa penderitaan itu tidak terlepas dari fakta, yaitu kasih TUHAN, keadilan dan kebenaran-Nya (Mzm 73:1-28).
Tuhan Yesus juga sudah memperingati kita bahwa kita akan mengalami berbagai penderitaan di dunia ini. Sehingga tidak ada seorangpun yang bebas dari penderitaan, karena setiap orang yang dapat bebas dari penderitaan yang satu, maka menanti penderitaan yang lain. Oleh karena itu, setiap orang harus membutuhkan kekuatan dari TUHAN untuk mengalahkan setiap penderitaan (Flp 4:13). Maka, bagi orang yang beriman, penderitaan menguatkan, tetapi bagi orang yang tidak beriman penderitaan itu menghancurkan.
Iman nyata dalam kehadiran dan kebaikan TUHAN yang menjadi penentu dalam keadaan yang dihadapi, walaupun penderitaan teramat pahit sekalipun (Mzm 73:21-23 “Ketika hatiku merasa pahit dan buah pinggangku menusuk-nusuk rasanya, aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. Tetapi aku tetap di dekat-Mu; Engkau memegang tangan kananku”).
Iman sejati tidak menuntut untuk segera mengetahui dengan lengkap: mengapa TUHAN membiarkan kita mengalami penderitaan? Iman sejati dapat menahan penderitaan, walaupun dalam keadaan paling gawat sekalipun (Hab.2:3b “...apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu, sebab itu sungguh-sungguh akan datang dan tidak akan bertangguh”).
Oleh karena itu, penderitaan yang kita alami adalah hal biasa (bnd. I Kor.10:13), karena hal itu sudah dinyatakan TUHAN melalui Petrus: Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu (I Ptr 4:12). Sehingga, setelah kita mengalami penderitaan:
1. kita mengetahui TUHAN dekat dengan kita (Mzm 34:19 “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya”);
2. kita belajar mengenal Yesus dan bergantung kepada Yesus (Ibr 12:2b “Marilah kita melakukannya dengan mata tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia...”).
Ayub mengalami penderitaan dan dalam pergumulan penderitaannya Ayub sempat kehilangan semangat (putus asa), tetapi akhirnya Ayub sanggup bangkit kembali, karena dalam penglihatannya Ayub melihat TUHAN menantangnya, sehingga Ayub mendapat kepastian dan ia dapat menang mengatasi segala penderitaannya (Ayub 42:2 “aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal”).
Rasul Paulus juga sudah tiga kali berseru kepada TUHAN, supaya dia lepas dari penderitaan, karena adanya duri dalam daging, tetapi TUHAN menjawab: “cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (2 Kor.12:9a). Paulus meyakini akan kasih TUHAN dan kasih TUHAN tak pernah habis dan terus mengalir untuk menguatkan manusia ketika menderita.
Ada seorang penatua yang mengalami kesakitan pada kakinya. Kakinya mulai terasa sakit, setelah dia berkunjung ke pekuburan, kakinya masuk ke kuburan yang amblas, sejak saat itulah kaki mengalami kesakitan dan tentunya dia sudah berdoa dan sudah berobat, namun tidak sembuh juga, oleh karena tidak sembuh-sembuh, maka dia mencari pengobatan alternatif (perdukunan), sampai dia mendengar ada penatua yang mempunyai kemampuan mengobati secara ‘dappol tongosan’ (penatua ini menggunakan media tembakau, yang diurutkan pada kakinya sendiri, namun orang lain yang tidak bersamanya yang merasakan pengurutan itu), maka penatua yang kesakitan tadi ingin belajar pengobatan itu. Apakah pengobatan itu dari TUHAN, tentunya tidak (bnd. II Kor.11:14-15).
Sikap Rasul Paulus jelas, bukan tidak ada pada masa itu orang yang mempunyai keahlian supranatural (bnd. II Tes.2:9-10), namun dia tetap percaya kepada Tuhan Yesus, walaupun dia tidak sembuh (duri itu tetap dalam dagingnya).
Penderitaan dapat juga dipandang sebagai hajaran untuk:
1. memperbaiki cara hidup umat TUHAN (Ams 3:12 “Karena TUHAN memberi ajaran kepada yang dikasihi-Nya, seperti seorang ayah kepada anak yang disayangi”);
2. menguji maupun memurnikan manusia (I Ptr 1:7, Rm 5:3 “Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan”);
3. mendekatkan manusia kepada TUHAN dalam rangka ketaatan dan persekutuan yang baru (Mzm 119:67 “Sebelum aku tertindas, aku menyimpang, tetapi sekarang aku berpegang pada janji-Mu”),
maka penderitaan itu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi TUHAN (Rm 8:28).
Penderitaan juga mempunyai makna bagi pengikut Yesus:
1. Pengikut Yesus turut menderita dalam penderitaan Kristus (Rm 8:17, II Kor.1:5 “Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah”),
2. Pengikut Yesus mengganggap dirinya wajib menanggung penderitaan (Flp 1:29 “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia”).
Maka apapun bentuk penderitaan pengikut Yesus adalah dalam rangka mengikut Yesus di jalan salib-Nya (Mat.14:24 “...setiap orang yang mau mengikut Yesus, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Yesus”).
Trimakasih Tuhan Yesus, untuk setiap penderitaan yang kualami, sehingga saat ini aku mengenal kasihMu dan ampunilah juga aku yang selama ini tidak menginsafi bahwa segala penderitaan yang kualami adalah dalam rangka kasihMu, bahkan aku pernah menjauh dariMu. Saat ini aku sadar, aku mengalami penderitaan supaya aku tetap mengerjakan keselamatan yang sudah Engkau anugerahkan kepadaku. Amin
“Penderitaan bukanlah akhir dari segalanya, tetapi penderitaan adalah awal untuk menikmati sukacita sorgawi, karena kasih Tuhan Yesus ”